Jumat, 23 Maret 2012

Long Legs Ahjussi? chapter 4


Genre : Romance
Cast : Yoona, Donghae, dan lain lain
Cuap-cuap penulis :

Makasih banyak sebelumnya buat semua orang yang udah mau ngikutin cerita ini :D
Di chapter ini mungkin agak ngebosenin, tapi ada satu masalah yang bakal bikin cerita ini jadi kayak sinetron -__-

Happy reading everybody...



“Tetap saja kau pegawai disini. Ini kan café bibimu, Sudah sana cepat!” perintah Donghae lagi. Namun saat Yoona akan beranjak, ia tersadar akan sesuatu.

“Hae-ya! Darimana kau tahu kalau aku menjadi pelayan di café ini?” Selidik Yoona curiga. Dan BINGO! Raut muka Donghae berubah panik.

“Dan darimana kau tahu ini café bibiku?” selidik Yoona lagi. Donghae tidak bergeming. Seperti masih bingung mencari jawaban.

“A-aku…”

“Ayo cepat jawab! Atau jangan-jangan…” Yoona menggantungkan kalimatnya, membuat Donghae makin bingung dan jika digambarkan dalam komik, titik-titik keringat Donghae akan bercucuran dengan aneh. Sementara Donghae malah makin gelagapan entah kenapa. Apa yang disembunyikan namja ini, sih?

“Kau membuntutiku ya?!” tuduh Yoona dengan polosnya. Donghae menghembuskan nafas panjang. Lega? Sepertinya memang itu ekspresi yang tertangkap di mata saya, reader -_-

“Kau ini sebenarnya punya berapa kepribadian, sih? Tiga? Lima? Atau berapa? Jangan buat aku bingung dengan kepribadianmu!” balas Donghae.

“Heh? Kau itu yang aneh! Aku bertanya kau malah Tanya balik” Yoona mengerucutkan bibirnya.

“Aku ini kenal baik dengan SIwon Hyung. Ia sering bercerita tentang café ini. Dan aku juga sudah beberapa kali ke sini.” Ujar Donghae santai sambil menyandarkan tubuhnya di penampang kursi café.

“Hmm, benar juga.” Yoona mengangguk-angguk polos.

“Oh iya, dari mana kau kenal dengan Siwon Oppa? Dan bagaimana kalian bisa sedekat itu?” Yoona menyelidik lagi dengan mata bulat lucunya.
“Oppa? Bukankah biasanya kau memanggilnya ahjussi?” Donghae memutar bola matanya, angkuh dan acuh tak acuh.

“Ish! Kau ini benar-benar! Aku kan bertanya padamu kau malah bertanya balik!” protes Yoona.

“Kalau begitu antarkan pesananku dulu, baru kujawab pertanyaanmu. Aku tak bisa berpikir dengan perut kosong.” Jawab Donghae sambil tertawa renyah.

“Memangnya otakmu ada di perut? Dasar ikan.” Yoona mengejek Donghae kesal.

“Apa katamu? Ikan?” Donghae melotot lucu.

“Iya, Ikan. Ikan itu kerjanya makan terus, tahu tidak? Persis sepertimu, yang hanya makaan terus.” Yoona menyundul dahi Donghae dengan jari telunjuknya karna ‘kebetulan’ kepala namja yadong itu mulai mendekati wajahnya.

“Tunggulah sebentar. Kubuatkan untukmu.” Yoona beranjak sambil tersenyum geli melihat wajah yadong Donghae yang baru saja di sundulnya pelan.

.
.
.

“Disini kau rupanya, bocah.” Siwon menghempaskan tubuhnya di sofa yang berhadapan dengan sofa Donghae, sambil memandang lega namja yang lamunannya baru saja terganggu karna kedatangannya itu.

“Senang karna berhasil menjebakku, eoh?” Donghae tersenyum kecut. Siwon tertawa renyah sambi memandang lucu wajah Donghae yang sedikit aneh.

“Hahahahh- Kau ini benar-benar tidak berubah ya, Lee Donghae.” Siwon tersenyum kecil.

“Aku serius, Hyung. Idemu benar-benar gila. Aku harus masuk SMA lagi dan memalsukan identitas ini benar-benar gila.” Donghae memijit-mijit keningnya frustasi.

“Gila kenapa? Apanya yang gila?” Tanya Siwon polos.

“Sudahlah, lupakan.” Donghae melempar pandangannya pada trotoar jalan yang nampak ramai dan terlihat indah dari tempat duduknya.

“Kau sudah pesan makanan?” Siwon mencoba mengganti topic pembicaraan. Donghae mengangguk menanggapi.

“Hmm, eh hyung, Aku baru sadar kalau tempat ini indah.” Sepasang onix milik Donghae masih sibuk mengamati suasana sore kota Seoul yang selalu cantik. Langit yang orange dengan warna kuning yang tidak terlalu menyolok, dan juga awan-awan yang malah terlihat seperti kabut berwarna putih tebal menghiasi langit orange senja yang cantik.

“Aku tahu, Yoona juga suka tempatmu duduk itu. Di pojok Café ini semua nampak indah.” Sepasang Obsidian Siwon ikut-ikutan mengamati langit Seoul.

“Dan kau selalu duduk di situ, kan? Selalu duduk menemaninya.” Sambar Donghae.

“Begitulah… Sepertinya aku menikmati peranku dengan santai.” Siwon memainkan kunci mobilnya, kebiasaannya saat sedang berbicara dengan pembicaraan serius.

“Aku tahu. Tadi aku bertengkar dengan Yoona, Hyung.” Donghae mengalihkan onixnya menatap Siwon.

“Bertengkar? Kau tidak menghajarnya, kan?” selidik Siwon khawatir.

“Tentu saja tidak! Malah dia berhasil meremukkan aku.” Sahut Donghae ketus yang disambut ledakkan tawa Siwon.

“Apa aku belum memberi tahumu tentang kemampuan Judo-nya? Tuan muda?” Tanya Siwon.

“Hentikan Hyung, jangan memanggilku begitu…” Donghae meninju pelan tangan Siwon yang tergeletak santai di atas meja.

“Arrasseo, Arrasseo. Proyek 1 milyar Won itu sudah kau urus, kan?” Tanya Siwon serius.

”Sudah, seperti janji ku padamu kan? Lagipula aku lebih senang kalau kau yang mengurus proyek perusahaan itu, kau lebih bertanggung jawab.” Jawab Donghae serius juga.

“Hmm, Lee Corp pasti sedang maju-majunya sekarang, kan?” gurau Siwon.

“Choi Corp juga, kan? Lagipula apa sulitnya saling membantu sesama perusahaan maju?” ujar Donghae lagi.

“Kau benar. Ini benar-benar proyek yang sangat menguntungkan untuk kedua belah pihak.” Ujar Siwon.

“Lagipula kenapa sih kita harus ikut-ikutan mengurus ini semua, hyung? Kenapa tidak ayah kita saja? Kan mereka yang punya perusahaan.” Lanjut Donghae santai yang diikuti getakan kecil di kepala Donghae oleh seorang Choi Siwon.

“Kau itu penerus Lee Corp. Jadi kau harus banyak belajar.” Ujar Siwon lagi.

“Ini pesananmu tuan cerew-“ Yoona sedikit kaget melihat Siwon tengah duduk dii hadapan Donghae.

“Loh? Ahjussi? Kenapa kau bisa kemari?” selidik Yoona. Sementara Donghae langsung menyambar baki yang dibawakan Yoona tadi dan mulai bersiap menyantap pesanannya.

“Aku lapar, jadi terfikir untuk kemari.” Jawab Siwon singkat sambil tersenyum. Oh astaga, benar-benar pesona seorang Choi Siwon sekarang sudah merasuk ke diri Yoona nampaknya. Bahkan hanya dengan melihat senyumnya saja, Yoona merasa tentram dan mempercayai semua kata-katanya.

“Apa kau mau kubuatkan wafel lagi, Ahjussi?” Tanya Yoona sopan.

“Tidak usah, aku sudah kenyang tiba-tiba melihat bocah ini makan.” Siwon menunjuk Donghae dengan dagunya.

“Kau ini Hyung. Selalu saja mengejekku bocah!” gerutu Donghae disela-sela kegiatannya menikmati blueberry pie-nya.

“Hmm, kalau begitu espresso? Eotteohkkae?” tawar Yoona lagi.

“Baiklah, jika kau memaksa.” Siwon tersenyum. Sementara Donghae? Yah, dia bahkan sudah tak berselera makan sebenarnya saat mendengarkan dua manusia di hadapannya ini berdialog dengan amat mesra. Entahlah, rasa cemburu itu perlahan-lahan menjalari hatinya.

Yoona lalu berbalik dan kembali lagi ke counter tempatnya biasa meracik kopi ataupun wafel. Dan tak lama kemudian ia kembali lagi dengan secangkir espresso.

“Aku mau Ahjussi menjelaskan semuanya dengan jujur..” Yoona tersenyum lembut sambil menyuguhkan secangkir espresso dengan sedikit asap mengepul dan juga hiasan di permukaan kopi yang terlihat seperti susu, mungkin? Yang membentuk pola-pola yang sedikit acak tapi masih beraturan dan membuat kopi itu terlihat cantik.

“Ah, aku mengerti. Duduklah.” Siwon lalu menggeser sedikit badannya, mempersilahkan yeoja itu untuk duduk di sampingnya. Yoona-pun langsung menduduki ‘tempat’ yang sudah dipersembahkan untuknya itu. Dan Donghae? Lagi-lagi melengos dan memilih focus pada pie-nya yang masih ada setengah potong ketimbang harus menyaksikan YoonWon moment itu.

“Kemampuanmu semakin berkembang, eh?” ujar Siwon saat ia melihat kopi dengan hiasan busa cantik itu.

“Heheh- begitulah. Ayo sekarang ahjussi jelaskan padaku tentang namja ini!” Yoona menunjuk-nunjuk Donghae dengan tidak elitnya, namja yang sedang asik melahap pie-nya seperti tikus yang sedang makan keju. Siwon melirik Donghae sejenak, lalu menyesap espressonya.

“Hmm, Jadi dia ini adalah sahabat baikku. Dan kebetulan karna dia baru pindah dari Busan, aku merekomendasikan sekolahmu.” Jelas Siwon. Yoona mengangguk-angguk kecil mengerti.

“Aku sudah selesai. Aku pulang dulu.” Ujar Donghae sambil meletakkan beberapa lembar uang kertas untuk membayar makanan dan minumannya tadi seraya cepat-cepat berlalu pergi.

“Namja itu benar-benar-!” Yoona menahan emosinya saat melihat punggung namja itu perlahan menghilang setelah keluar dari pintu café.

“Apa dia ditempatkan sekelas denganmu?” Tanya Siwon sambil menyesap espressonya lagi.

“Iya ahjussi. Sudah sekelas, satu bangku lagi! Aku benar-benar tak suka padanya.” Cibir Yoona sesuka hatinya.

“Huh? Waeyo? Apa dia berbuat kasar?” Siwon menyelidik.

“Ani, Aniyo. Hanya saja cara bicara dan sikapnya itu ketus sekali. Ahjussi tahu kan aku paling benci orang seperti itu? Sombong dan Angkuh. Merasa seakan-akan semua orang akan tunduk dengannya. Cih.” Yoona kembali mencibir namja yang baru saja berada dalam atmosfer perbincangan mereka.

“Hahahah- kau ini benar-benar…” Siwon mengusap lembut surai panjang Yoona yang tergerai bebas.

“Tapi aku merasa ada yang aneh dengan namja itu, ahjussi.” Ujar Yoona sambil menatap Siwon serius.

“Apa yang aneh?” Tanya Siwon.

“Aku sendiri tidak yakin, tapi… Ketika aku melihatnya berjalan membelakangiku beberapa kali, aku merasa familiar dengan punggungnya.” Jelas Yoona membeberkan hipotesisnya yang entah didapat dari mana.
“Familiar dengan punggung?” Siwon hampir tertawa kali ini, namun dengan cepat Yoona menyambar kalimatnya.

“Bukan seperti itu. Maksudku familiar dengan… postur… ah iya! Postur! Postur tubuhnya sangat familiar buatku! Hanya saja aku tak tahu pernah melihatnya dimana…” cerita Yoona.

“Mungkin hanya perasaanmu…” ujar Siwon menenangkan. Meskipun ia sendiri bingung dengan maksud Yoona. Familiar dengan postur tubuhnya? Memang seperti apa postur tubuh Donghae hingga Yoona merasa mengenalinya?
Oh astaga.. atau jangan-jangan…

.
.
.

Seorang namja tengah memacu mobilnya dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Membelah jalanan kota Seoul yang tak terlalu padat. Lampu-lampu yang berada di pinggiran jalan masih tetap tertangkap oleh mata sang pengemudi. Ia merapatkan sebuah cap hitam yang kini tengah dengan rapi bertengger di atas kepalanya. Melengkapi jaket hitam tebal dan juga jam tangan hitam yang tengah dikenakannya.

Terlihat jelas sepasang onyx itu sedang memandang lurus dan sefokus-fokusnya menatap jalanan panjang yang membentang dihadapannya. Namun jika dengan serius diperhatikan, onyx itu tak hanya sedang focus pada jalanan. Tergambar jelas disana bahwa ada sesuatu yang membuat pancaran matanya tak cerah. Sepertinya ada sekelebat masalah atau fikiran yang terus hinggap di benaknya, Hingga pesona onyx-nya tak terpancar seindah biasanya.

Mobil sport hitam itu berhenti di depan sebuah ruko kosong yang terletak agak gelap dan terpaut satu atau dua blok dari tempat tujuannya. Ia lalu mengunci mobilnya, dan sedikit celingukan. Memastikan tak ada siapapun yang sedang menguntit atau memperhatikannya. Ia lalu berjalan menjauhi mobilnya dan menuju ke tempat tujuannya sambil sekali lagi merapatkan topinya.

.
.
.

Yoona masih membisu di hadapan kaca jendela rumah sakit. Memandangi keindahan jalanan malam dengan lampu-lampu jalan dan juga gedung-gedung yang seakan berlomba-lomba memancarkan sinarnya tak mau kalah dengan gedung lain. Dari tempatnya berdiri saat ini Ia juga bisa meliat kendaraan berlalu lalang dengan sibuknya.

*TUT TUT TUT TUT*

Suara monitor penunjuk denyut jantung kyuhyun masih setia memperdengarkan pada Yoona suara kestabilan jantung sang kakak. Suara denyut jantung yang membuatnya selalu menghembuskan nafas lega ketika sang kakak kembali kolaps. Suara denyut jantung yang membuatnya menangis terharu 2 tahun lalu ketika sang kakak dengan tubuh berlumuran darah dipacu jantungnya yang sebelumnya mengeluarkan bunyi denyut panjang. Suara denyut jantung yang selalu menguatkannya dan membuatnya merasa bahwa masih ada setidaknya satu orang di dunia ini yang ingin berjuang untuk hidup demi dirinya.

Yoona lalu membalikkan badannya, dan memandang nanar ke arah namja yang masih berbaring di atas ranjang empuknya. Tanpa suara, tanpa gumaman, dan bahkan suara hembusan nafasnya tak terdengar dan bahkan lebih lirih dari hembusan angin. Ia lalu berjalan menghampiri namja itu dan mengusap-usap lembut sebelah pipinya yang masih terasa sedingin es dan masih terlihat pucat.

“Besok awal bulan baru, Oppa. Dan kau pasti tahu kan aku sedang memikirkan sesuatu…” ujarnya sambil menatap sang kakak Intens.

“Aku ingin bertemu Long Legs Ahjussi, Oppa.” Ujar Yoona sambil menggenggam tangan Kyuhyun. Menautkan setiap jemari Kyuhyun yang lemas bagai tak bernyawa itu dengan jari tangannya yang lentik dan lincah. Menyalurkan kehangatan suhu tubuhnya sendiri dengan manusia yang suhu tubuhnya bahkan seperti bongkahan es di hadapannya ini.

“Apa kau fikir aku bisa menemuinya?” lanjut Yoona sambil mempererat tautan jarinya.

“Atau ia yang akan menampakkan dirinya padaku?” tambahnya dengan nada suara putus asa, keraguan, dan penuh ketidak pastian. Kenapa harus ada seorang ‘ahjussi’ yang membuatnya menggantungkan diri sepenuhnya pada dirinya?

.
.
.

“Aku lapar! Ayo makan!” seru Donghae pada Yoona yang masih sibuk merapikan kertas-kertas voting untuk tugas sekolah mereka. Bisa ditebak, tugas sekolah kali ini mereka satu kelompok lagi. Tugas kali ini diluar sekolah, jadi Yoona bisa sedikit bersantai menghadapi Donghae dan tidak perlu mengantisipasi tindak-tindak yadongnya.

Tugas sekolah kali ini mengharuskan siswanya mem-voting beberapa warga Seoul tentang makanan tradisional korea. Tugas dari siapa? Tentu saja Lee Songsaenim, yang paling senang memasangkan Yoona dan Donghae jadi satu kelompok.
“Sebentar, seharusnya kita punya 100 kertas, berarti ada satu yang hilang.” Yoona tak menggubris Donghae yang menyuarakan kelaparan perutnya. Ia masih sibuk mencari sebuah kertas voting yang hilang. Di bawah map, tidak ada. Di bawah meja juga tidak ada. Lalu dimana?

“Ya! Aku lapar!” jerit Donghae lagi, kali ini ia berusaha mengahampiri Yoona yang masih celingukan di dekat meja taman.

“Tidak bisakah kau diam?! Aku sedang menca-“

“Ini kan? Aku menggenggamnya dari tadi, karna yang mengisi ini adalah mantan pacarku saat SMA dulu.” Ujar Donghae polos yang diambanng setengah keceplosan. Ia kan masih dalam misi ‘penyamaran’ menjadi anak SMA.

“Ah, syukurlah. Aku kira hilang.” Yoona berusah menggapai kertas yang ada di tangan Donghae itu, namun tiba-tiba Donghae menjunjungnya. Yoona langsung melemparkan deathglare-nya pada Donghae.

“YAH! Apa yang kau lakukan?” bentak Yoona sambil berusaha menggapai kertas itu. Tapi Donghae terus menjunjung kertas itu lebih tinggi. Dan tiba-tiba Yoona berhenti menggapai, lalu menatap Donghae yang sedang tersenyum licik.

“Wae? Kenapa berhenti?” Tanya Donghae dengan muka yang di imut-imutkan. Dan *CTAK!* satu jitakan melesat dan mendarat dengan mulus di kepala Donghae.

“Kau ini benar-benar Yadong, ya! Kau mau mengambil kesempatan menciumku seperti waktu itu, kan?” Yoona melipat kedua tangannya di depan dada.

“Heheh- jadi sudah ketahuan ya?” Donghae tersenyum malu sambil menggaruk tengkuknya yang memang tiba-tiba terasa gatal J

“Dasar Yadong! Cepat kemarikan!” perintah Yoona, yang langsung diikuti oleh Donghae. Donghae dengan pasrah menyerahkan kertas itu pada Yoona.

“Nah, sekarang baru kita makan. Kita makan kue beras pedas saja bagaimana?” tawar Yoona, dan tanpa persetujuan ia langsung berbalik dan berjalan menuju tempat favoritnya.

“KAU SELALU SAJA SEENAKNYA! DASAR RUSA!” teriak Donghae setelah Yoona berjalan beberapa langkah jauh darinya.

Yoona langsung menghentikan langkahnya, berbalik dan memandang namja yang sedang tersenyum puas itu geram. Dihampirinya namja itu seakan-akan ingin menerkamnya.

Donghae yang juga tak kalah gesit lalu berlari sekencang yang ia bisa untuk menghindari Yoona yang berteriak-teriak.

“YAH! APA MAKSUDMU HAH?!” salah satu teriakan Yoona. Donghae masih tertawa dan berusaha berlari menghindari kejaran amukan dari Yoona. Sementara Yoona juga jadi ikutan tertawa sambil terus mengejar Donghae.

.
.
.

“Dagiinng cepatlah mataaang!!” Yoona mengigiti sumpitnya dengan tatapan memelas ke arah pandangan daging yang ada di hadapannya. Sementara Donghae masih dengan sabar membolak-balik daging di atas panggangan itu tanpa sedetikpun melewatkan kesempatan untuk memperhatikan wajah imut Yoona.

“Makan yang banyak!” Donghae meletakkan beberapa potong daging yang baru matang ke mangkuk kecil Yoona.

“Sudah sudah! Banyak sekali!” Yoona memegangi tangan Donghae yang sedari tadi tak berhenti memasukkan potongan-potongan daging matang ke piringnya.

“Tidak apa, kau harus makan yang banyak. Kau itu yeoja, butuh banyak tenaga setelah bekerja keras seperti tadi.” Ujar Donghae sambil terus memindahkan daging matang dengan asap mengepul itu ke piring Yoona.

“Lalu kau makan apa?” Tanya Yoona tanpa berani sedikitpun menyentuh daging panggang di hadapannya.

“Aku akan memanggang lagi. Sudah sana cepat makan! Nanti dingin!” perintah Donghae. Yoona lalu tersenyum ke arah Donghae, berterimakasih. Belum pernah sebelumnya ia merasakan perhatian Donghae seperti ini. Ternyata, dibalik sikap ketus dan angkuh seorang Lee Donghae, ada sepercik sikap perhatian dan penyayang.

Yoona lalu menyumpit sepotong daging, lalu membungkusnya di dalam selada hijau segar yang di dalamnya sudah ada beberapa irisan sayuran. Ia lalu melirik wajah Donghae sejenak. Benar-benar serius sedang memanggang daging.

Donghae menatap bingung pada sebuah racikan bulgogi yang ada di depan mulutnya saat ini. Sebuah tangan yang tak lain adalah milik yeoja di hadapannya itu menyodorkan bulgogi ke depan mulutnya, dan mengisyaratkannya untuk melahapnya dengan sebuah senyuman termanis yang pernah dilihat Donghae.

Donghae lalu melahap bulgogi racikan Yoona. Lalu mengunyahnya dan merasakan racikan lezat itu masuk ke kerongkongannya.
“Enak. Terimakasih.” Donghae tersenyum manis pada Yoona. Yoona mengangguk senang.

“Karna kau sudah makan buatanku, kau harus traktir.” Ujar Yoona sambil meracik bulgogi lagi.

“Dasar…” Donghae tersenyum. Yoona tersenyum. Mereka berdua tersenyum dalam hening.

.
.
.

“Aku tahu kau sibuk, ahjussi. Sudah jangan dipaksakan.” Ujar Yoona pada seseorang di sambungan telepon yang sudah bisa dipastikan siapa itu dari panggilan kesayangan Yoona.

 “Selamat bekerja! Semangat ya!” Ujar Yoona sebelum memutuskan sambungan teleponnya. Ia lalu menghembuskan sebuah nafas berat yang panjang.

“Aku agak sedih, Oppa. Ahjussi belakangan ini sibuk sekali. Apa aku harus belanja sendiri?” Tanya Yoona pada Kyuhyun yang masih setia terbaring dalam sunyi.

“Kalau begitu baiklah! Demi ulangtahun sepupu kecilku! Hwaiting!” Yoona tersenyum sambil mengepalkan tangannya, mengumpulkan semangat.

~*~

“Maaf, aboji. Tadi aku harus menghubungi seseorang yang sangat penting.” Jelas Siwon pada seorang laki-laki paruh baya yang sedang menyesap kopi pahitnya sambil duduk santai di sofa ruang kerjanya.

“Tidak apa. Kau menelepon Yoona, bukan?” Tanya laki-laki itu. Yang sudah bisa dipastikan itu adalah ayahnya Siwon.

“Darimana aboji-“

“Sebenarnya aku kesini juga ingin menjelaskan sesuatu.” Potong ayah Siwon cepat. Siwon diam. Mencoba berfikir apa yang akan dikatakan oleh abojinya untuk menjawab pertanyaannya.

~*~

“Donghae? Sedang apa disini?” Tanya Yoona saat berpapasan dengan Donghae di depan rumah sakit.

“Aku? Aku baru saja selesai menjenguk sobatku. Kau sendiri?” Tanya Donghae sambil berjalan beriringan dengan Yoona.

“Aku memang selalu diisini saat akhir pekan. Oppa-ku komma, jadi aku harus sering-sering menjenguknya. Aku tak mau ia sendirian.” Papar Yoona.

“Semoga oppa-mu cepat sadar ya.” Ujar Donghae.

“Hmm, terimakasih.” Jawab Yoona singkat.

“Lalu kau mau kemana?” Tanya Donghae.

“Mau ke supermarket. Hari ini adik sepupuku berulang tahun, aku mau membantu bibiku memasak untuk piknik.” Jelas Yoona antusias.

“Kalau begitu aku antar ya? Aku juga ingin ikut piknik, kebetulan aku-“

“Kau belum makan kan? Pasti makanan. Dasar ikan!” ejek Yoona. Sementara Donghae tersenyum sambil mengepalkan tangan kanannya yang sudah berkeringat dingin.

“Bukan, bukan makanan. Aku ingin jujur padamu tentang sesuatu…”

~*~

“P-perjodohan?” wajah Siwon seketika memucat dan dahinya mengernyit tak mengerti mendengar sang ayah melontarkan sebuah kata yang bahkan saat ini mampu mengguncangkan hatinya.

“Ya, aku sudah memilih calon terbaik untukmu. Apa kau masih ingat penyelamat perusahaan kita 4 tahun yang lalu?” sang ayah membuat alur pembicaraan ini makin serius saja. Sementara Siwon masih tenggelam dalam fikiran-fikirannya sendiri.

“Cho Company. Yang sekarang sudah benar-benar bangkrut dan hilang dari dunia bisnis. Keluarga kita berhutang banyak pada perusahaan mereka. Namun sekarang sudah bangkrut, dan aku tak mampu melakukan apapun. Jadi kurasa, hanya ini jalan untuk membahagiakan tuan dan nyonya Cho.” Sambung mr. choi lagi.

“M-maksudnya aku akan-“

“Dijodohkan dengan putri keluarga Cho, benar. Untuk mengangkat kembali derajat mereka, agar mereka mampu hidup dengan layak.” Ujar tuan Choi sambil menyesap kopinya lagi.

~*~
“Apakah harus sebanyak ini?” gerutu Donghae sambil masih dengan setia mengekor di belakang Yoona sambil terus mendorong troli belanjaan yang sudah setengah penuh itu.

“Tentu saja. Kau fikir berapa orang yang akan diberi makan? Ada bibi, paman, tiga anak kecil, aku, dan juga namja ikan yang banyak makan sepertimu.” Papar Yoona sambil masih sibuk mengedarkan pandangannya di rak-rak besar supermarket besar ini.

“Bukannya kau yeoja rusa kurus yang butuh banyak makan?” goda Donghae.

*PLUK*

Sebungkus keripik kentang ukuran besar meluncur dan mendarat di dahi Donghae sebelum akhirnya mendarat dan masuk ke troli belanja.

“YAH!” protes Donghae atas perlakuan tidak elit Yoona yang melemparkan sebungkus keripik kentang itu hingga berhasil mencium jidatnya. Sementara Yoona malah meledak dengan tawanya yang selalu memamerkan deretan gigi-giginya yang rapih. Dan lagi, Donghae ikut-ikutan terbawa dalam sebuah tawa.

~*~

“Jadi ayah dan bibi Yi Kyung bersahabat sejak lama?” Selidik Siwon antusias seakan-akan menemukan benang merah dari semua permasalahan yang tiba-tiba muncul ini.

“Tidak hanya Yi Kyung, Aku juga mengenal baik kakaknya, tuan Cho.” Jawab tuan choi santai.

“Jadi Aboji yang melunasi uang sekolah Yoona?” Tanya Siwon langsung.

“Ya, itu memang aku.” Jawabnya santai.

“Aboji juga yang membayar biaya rumah sakit dan membelikan rumah untuk Yoona?” Tanya Siwon.

“Apa? Aku tidak melakukan itu. Aku hanya melunasi uang sekolahnya saja. Anak buahku bilang ia hidup berkecukupan saat ini, jadi aku hanya membantu uang sekolahnya saja. Apakah ada yang melakukan itu?” Tanya balik sang ayah.

“Jadi kalau bukan aboji, apakah-“

~*~

“YAH! Sampai kapan kau mau terus-terusan mengisi troli ini dengan sayuran?” gerutu Dongha lagi.

“Sayuran itu sehat, kau babo!” ejek Yoona.

“Ada promosi daging! Ayo kesana!” Donghae mendorong trolinya dan mendahului Yoona menuju ke arah sebuah counter kecil yang sedang mempromosikan daging.

.

“Ini adalah merk daging sapi potong terbaik di supermarket kami. Jika kalian membelinya sebanyak 5 kemasan, kami akan memberikan gratis 2 kemasan.” Ujar sang penjaga counter.

“Apakah ada tester?” Tanya Donghae yang otomatis mendapatkan sebuah jitakan di kepalanya oleh seorang yeoja yang ada di sampingnya. Yah, Yoona si yeoja ahli judo.

Yeoja penjaga counter itu tersenyum, lalu mengambilkan sepiring daging yang sudah dipotong-potong dan diberi tusuk gigi pada setiap potongan daging kecil-kecil itu.

Donghae lalu mengambil sepotong daging lalu menyodorkannya ke depan mulut Yoona. Yoona yang awalnya sedikit bingung lalu akhirnya melahap daging itu setelah mendapat isyarat dari Donghae untuk memakannya.

“Bagaimana?” Tanya Donghae meminta pendapat. Yoona terlihat masih mengunyah, dan akhirnya menjawab.

“Enak, enak sekali. Dagingnya terasa masih segar.” Komentar Yoona.

“Benarkah?” Donghae lalu mengambil sepotong daging lagi dan mencicipinya sendiri.

“Hmmm, kami ambil 5 bungkus.” Ujar Donghae.

“Yah! Apa kau gila? Uang ku tidak cukup untuk membeli semuanya!” protes Yoona.

“Dagingnya aku yang bayar.” Ujar Donghae.

“Kalau untuk pasangan suami-istri baru seperti kalian, aku bisa berikan potongan harga.” Ujar sang penjaga counter.

“Kami buka-“

“Ah! Beruntung sekali! Kami memang baru menikah! Terimakasih ya, potongan harganya.” Sahut Donghae cepat.

~*~

“Aku tak bisa menolak perjodohan ini.” Siwon memijit-mijit keningnya sendiri.

“Bukan karna aku takut pada ayahku,”

“Tapi kurasa ini karna…”

“Aku mulai menyukainya.”

~*~

“Kau masih marah?” Tanya Donghae sambil sesekali melirik lawan bicaranya yang masih cemberut. Ia harus membagi konsentrasinya antara jalanan dengan yeoja yang sedang merajuk ini. Ia takmau terjadi hal yang tidak diinginkan hanya karna ia kehilangan focus mengemudi.

“Aku hanya kesal kau menjawab pertanyaan penjaga counter itu secara sepihak.” Jawab Yoona tak mau kalah.

“Apa kau tidak dengar tadi, penjaga itu bilang akan ada potongan harga untuk pengantin baru. Itukan lumayan agar harga dagingnya tidak terlalu mahal.” Donghae berusaha mengelak.

“Tapi kenapa harus begitu?” gerutu Yoona.

“Memangnya kenapa? Toh hanya satu orang saja kan yang kita bohongi?” elak Donghae.

“Rasanya tak enak saja mengakuimu sebagai suamiku.” Jelas Yoona.

“Atau mungkin kau takut kalau kau benar-benar menghayati peranmu sebagai istriku?” Jawab Donghae santai.

Yoona terbelalak. Apakah wajahnya begitu mudah dibaca?

“Aku juga akan menghayati peranku sebagai suamimu, jika kau mau.” Ujar Donghae lagi.

“A-Apa maksudmu?” Yoona memandang namja yang sedang tersenyum –yang ebih mirip dengan smirk- itu bingung. Apa maksudnya? Apa maunya?


Apa ini hanya salah satu ejekan Donghae?



Atau ini… benar-benar permintaannya?











TBC

4 komentar:

  1. maaf banget kalo chap ini agak gak jelas yaaa :(
    aku bakal berusaha lebih baik lagi di chap depaaaan :)

    BalasHapus
  2. unni chapternya makin hari makin keren ajaaaa deh :D yang ini kereeeen banget sumpah! omo! jadi siwon suka sama yoong~~ kyakyakya ini hae sama yoong gimana doooong?? T___T tp gapapa deh aku juga yoonwonited *pletak gimana sih katanya pyro? uh uh iya aku juga lebih ke pyro sih- yaaaaaa aku galau T^T haduh haduh cepetan lanjut aja deh unn! ga sabar banget ni tentang triangle love nya siyoonhae-___-*apaan ni nama aneh banget

    yaudah cepetan ya unn~ aku reader setia yang akan selalu mendukungmu^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih banget ya udah mau ngikutin sampe sini, hehehehheh :)

      aku juga bingung ini endingnya mau dibikin kaya apa, tapi kalo ngikutin sumber aslinya udah pasti ;)

      iya, ntar aku update secepatnya, heheheheheh

      Hapus